{"id":2482,"date":"2024-01-26T02:26:35","date_gmt":"2024-01-26T02:26:35","guid":{"rendered":"http:\/\/trusttaxconsultant.local\/?p=2482"},"modified":"2024-01-27T02:48:33","modified_gmt":"2024-01-27T02:48:33","slug":"pajak-hiburan-di-semarang-naik","status":"publish","type":"post","link":"http:\/\/trusttaxconsultant.local\/pajak-hiburan-di-semarang-naik.html","title":{"rendered":"Pajak Hiburan di Semarang Naik 40% Paling Rendah"},"content":{"rendered":"\n
Pemerintah Kota Semarang, Jawa Tengah, telah membuat keputusan yang signifikan dengan menerapkan kenaikan pajak hiburan sebesar 40%. Langkah ini sejalan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD), yang memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk menetapkan tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) dalam rentang 40-75%. Dalam konteks ini, kita akan menggali lebih dalam tentang dasar hukum, proses implementasi, respons pihak terkait, serta dampak yang mungkin terjadi.<\/p>\n\n\n\n
Pada intinya, kenaikan pajak hiburan di Kota Semarang dilatarbelakangi oleh Pasal 58 ayat 2 UU HKPD. Pasal tersebut memberikan kewenangan bagi pemerintah daerah untuk menentukan tarif PBJT, dengan batasan paling rendah 40% dan paling tinggi 75%. Subjek yang terkena dampak dari pajak hiburan tertentu mencakup tempat hiburan seperti diskotek, karaoke, klub malam, bar, serta tempat mandi uap dan spa.<\/p>\n\n\n\n
Kepala Bapenda Kota Semarang, Indriyasari, menjelaskan bahwa keputusan ini adalah implementasi dari aturan pemerintah pusat yang diwujudkan dalam UU HKPD dan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dari sisi otoritas lokal, kenaikan pajak tersebut diambil sebagai respons terhadap ketentuan yang ada.<\/p>\n\n\n\n
Meskipun kebijakan kenaikan pajak hiburan telah diumumkan, Indriyasari menegaskan bahwa aturan tersebut masih dalam proses penyusunan Perda. Pihaknya tengah melakukan public hearing dan sosialisasi kepada masyarakat untuk mengumpulkan masukan serta memberikan pemahaman yang lebih baik terkait perubahan ini.<\/p>\n\n\n\n
Lebih lanjut, Indriyasari mengundang pengusaha yang mungkin merasa keberatan terhadap kenaikan pajak untuk berkomunikasi secara resmi dengan Bapenda. Ia menyoroti pentingnya adanya surat resmi yang menyatakan keberatan agar pihak berwenang dapat memahami kondisi usaha yang terdampak. Sebagai contoh, beliau menyatakan, “Ini bilang keberatan tapi tidak ada surat (yang menyatakan keberatan) yang masuk ke Bapenda.”<\/p>\n\n\n\n
Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu, turut memberikan tanggapan terkait kebijakan ini. Beliau menyebutkan bahwa pihaknya masih menunggu hasil judicial review terkait kenaikan pajak dan menyatakan keterbukaan untuk mencari jalan tengah yang terbaik. Pernyataan ini mencerminkan pendekatan yang responsif terhadap keberatan yang mungkin muncul dari pelaku usaha.<\/p>\n\n\n\n