Pemungutan pajak merupakan aspek penting dalam administrasi perpajakan, yang melibatkan penggunaan faktur pajak sebagai salah satu instrumen utama. Dalam konteks perpajakan di Indonesia, Kode Faktur Pajak 090 memainkan peran penting dalam mencatat dan menunjukkan status faktur pajak atas penyerahan aktiva sesuai dengan ketentuan Pasal 16D Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN).
Artikel ini akan membahas secara rinci tentang Kode Faktur Pajak 090, menggali pengertian, dasar hukum, serta penggunaannya dalam praktik perpajakan di Indonesia.
Pengertian Kode Faktur Pajak 090
Dalam konteks perpajakan di Indonesia, Kode Faktur Pajak 090 adalah salah satu kode yang digunakan dalam faktur pajak untuk mencatat penyerahan aktiva tertentu sesuai dengan ketentuan Pasal 16D Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN). Kode ini menandakan bahwa transaksi yang terjadi adalah penjualan aktiva yang pada awalnya tidak dimaksudkan untuk diperjualbelikan, namun akhirnya dijual oleh perusahaan.
Dalam struktur faktur pajak yang terdiri dari 16 digit angka, Kode Faktur Pajak 090 memainkan peran penting dalam mengidentifikasi transaksi penyerahan aktiva ini. Kode ini merupakan bagian dari rentang kode faktur pajak dari 010 hingga 090, di mana setiap kode memiliki fungsinya sendiri.
Penggunaan Kode Faktur Pajak 090 didasarkan pada Pasal 16D UU PPN, yang memberikan landasan hukum untuk penjualan aktiva yang sebelumnya tidak dimaksudkan untuk diperjualbelikan. Pasal ini mengatur bahwa penjualan aktiva seperti mobil dinas, mesin pabrik, perabotan kantor, komputer, dan barang sejenis lainnya dianggap sebagai penyerahan aktiva sesuai dengan ketentuan Pasal 16D UU PPN.
Dengan demikian, pemahaman tentang Kode Faktur Pajak 090 penting bagi perusahaan, terutama Pengusaha Kena Pajak (PKP), dalam mengelola administrasi perpajakan mereka. Dengan memahami pengertian dan dasar hukum Kode Faktur Pajak 090, perusahaan dapat memastikan kepatuhan terhadap peraturan perpajakan yang berlaku.
Baca juga: Jenis-jenis Faktur Pajak & Cara Pengisiannya
Dasar Hukum Kode Faktur Pajak 090
Dasar hukum penggunaan Kode Faktur Pajak 090 terkait dengan Pasal 16D Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN) di Indonesia. Pasal tersebut memberikan dasar hukum bagi penjualan aset yang semula tidak ditujukan untuk dijual, tetapi kemudian dijual oleh perusahaan.
Pasal 16D UU PPN mengatur tentang penyerahan aktiva yang semula tidak dimaksudkan untuk dijual, tetapi akhirnya dijual oleh perusahaan. Aktiva yang dimaksud dapat berupa berbagai barang, seperti mobil dinas, mesin pabrik, perabotan kantor, komputer, dan lain sebagainya.
Dengan adanya Pasal 16D UU PPN, transaksi penjualan aktiva tersebut diwajibkan untuk menggunakan faktur pajak dengan Kode Faktur Pajak 090. Hal ini penting untuk mencatat dan melaporkan transaksi penjualan aktiva secara sah sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
Periode Pelaksanaan Pasal 16D UU PPN
Pasal 16D Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN) memiliki dua periode pelaksanaan yang berbeda yang memengaruhi pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap penjualan aktiva yang tidak semestinya dijual oleh perusahaan. Periode ini penting karena mengatur ketentuan-ketentuan khusus terkait dengan PPN pada penyerahan aktiva tersebut.
-
Periode Sebelum 1 April 2010
Pada periode ini, yang didasarkan pada UU Nomor 11 Tahun 1994, penjualan aktiva yang tidak semestinya dijual oleh perusahaan masih dikenai ketentuan PPN dengan beberapa pengecualian. Beberapa ketentuan tersebut meliputi:- Penjualan aktiva harus berbentuk Barang Kena Pajak (BKP).
- Penjualan BKP harus dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
- Jika aktiva sebelumnya dibeli dari non-PKP dan pembelian dilakukan sebelum UU PPN 1984 berlaku, maka penjualan aktiva tersebut tidak dikenai PPN.
-
Periode 1 April 2010 dan Seterusnya
Dengan berlakunya UU PPN Nomor 42 Tahun 2009, terjadi perubahan signifikan dalam penerapan Pasal 16D UU PPN. Beberapa ketentuan yang berlaku antara lain:- Penyerahan aktiva harus berwujud Barang Kena Pajak (BKP).
- Penjualan Barang Kena Pajak (BKP) dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
- Penjualan aktiva yang sebelumnya tidak dikenakan PPN karena pembelian Barang Kena Pajak (BKP) dari non PKP atau pembelian sebelum berlakunya UU PPN 1984, maka penjualan aktiva tersebut tidak terutang PPN.
Perubahan periode pelaksanaan Pasal 16D UU PPN dari sebelum 1 April 2010 dan seterusnya menunjukkan evolusi dalam kebijakan perpajakan di Indonesia untuk memastikan keadilan dan kepatuhan dalam pengenaan PPN terhadap penjualan aktiva yang tidak semestinya dijual oleh perusahaan.
TrustTaxConsultant.id adalah konsultan pajak Jogja online terpercaya yang siap membantu Anda dalam mengoptimalkan cara pengisian faktur pajak. TrustTaxConsultant.id akan memastikan Anda memahami secara menyeluruh langkah-langkah yang diperlukan dalam pengisian faktur pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dapatkan layanan konsultasi pajak yang personal dan solusi terbaik untuk kebutuhan perpajakan Anda. Percayakan urusan perpajakan Anda kepada TrustTaxConsultant.id.
Contoh Penggunaan Kode Faktur Pajak 090
Untuk memberikan gambaran lebih jelas tentang bagaimana Kode Faktur Pajak 090 digunakan dalam praktik perpajakan di Indonesia, mari kita lihat contoh kasus berikut:
Studi Kasus: PT. Sejahtera Abadi
PT. Sejahtera Abadi adalah perusahaan manufaktur yang telah beroperasi selama lebih dari 10 tahun. Perusahaan ini memproduksi berbagai macam peralatan kantor, termasuk meja, kursi, dan lemari arsip. Pada tahun terakhir, PT. Sejahtera Abadi memutuskan untuk mengganti sebagian besar peralatan kantor mereka untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas.
Salah satu peralatan yang dijual adalah lemari arsip berukuran besar yang telah digunakan selama 5 tahun. PT. Sejahtera Abadi memutuskan untuk menjual lemari arsip ini kepada perusahaan lain yang tertarik dengan kondisinya yang masih baik.
Pada saat penjualan lemari arsip tersebut, PT. Sejahtera Abadi membuat faktur pajak dengan Kode Faktur Pajak 090. Penggunaan Kode 090 dalam faktur tersebut menunjukkan bahwa transaksi ini adalah penyerahan aktiva sesuai dengan ketentuan Pasal 16D UU PPN.
Selain itu, PT. Sejahtera Abadi juga memperhatikan pengecualian PPN dalam penjualan aktiva. Meskipun lemari arsip tersebut digunakan untuk kegiatan operasional perusahaan, PT. Sejahtera Abadi mengetahui bahwa aktiva tersebut tidak terutang PPN berdasarkan pengecualian yang berlaku.
Dengan menggunakan Kode Faktur Pajak 090, PT. Sejahtera Abadi dapat mencatat transaksi penjualan aktiva dengan lebih akurat dan sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Hal ini juga membantu perusahaan untuk memastikan kepatuhan mereka terhadap peraturan perpajakan yang berlaku.
Dengan demikian, contoh kasus di atas menggambarkan bagaimana Kode Faktur Pajak 090 digunakan dalam praktik perpajakan di Indonesia, serta pentingnya memahami dasar hukum dan ketentuan yang terkait dengan penggunaan kode ini.
Baca juga: Manfaat Penggunaan e-Faktur Pajak
Pengecualian PPN
Pengecualian PPN merupakan aspek penting yang perlu dipahami dalam administrasi perpajakan di Indonesia. Meskipun penjualan aktiva menggunakan Kode Faktur Pajak 090, tidak semua transaksi tersebut terutang PPN sepenuhnya. Dalam praktiknya, ada dua kategori utama pengecualian PPN yang perlu diperhatikan:
-
Barang Dagangan/Disewakan
Penjualan aktiva tertentu, seperti station wagon dan sedan, yang digunakan sebagai barang dagangan atau disewakan, tidak terutang PPN. Pengecualian ini diberlakukan untuk menyesuaikan dengan karakteristik penggunaan aktiva tersebut dalam operasional bisnis. Misalnya, jika sebuah perusahaan menyewakan mobil kepada pelanggannya, transaksi tersebut tidak dikenakan PPN karena mobil tersebut digunakan sebagai aset dalam usaha penyewaan.
-
Aktiva Tanpa Hubungan Langsung
Pengecualian PPN juga diberlakukan untuk aktiva yang tidak memiliki hubungan langsung atau tidak terlibat secara langsung dalam kegiatan operasional perusahaan. Dalam hal ini, PPN tidak dikenakan pada penjualan aktiva yang tidak terkait secara langsung dengan operasional perusahaan. Contohnya, jika sebuah perusahaan menjual perabotan kantor yang tidak digunakan dalam kegiatan sehari-hari perusahaan, transaksi tersebut tidak terutang PPN karena perabotan tersebut tidak terlibat dalam produksi atau penjualan produk atau jasa perusahaan.
Pengecualian PPN ini bertujuan untuk mengakomodasi berbagai konteks bisnis dan memastikan bahwa PPN hanya dikenakan pada transaksi yang memang memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh undang-undang perpajakan. Dengan memahami pengecualian PPN, perusahaan dapat melakukan perencanaan pajak yang lebih efektif dan memastikan kepatuhan terhadap regulasi perpajakan yang berlaku.